HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
Oleh : Andy Riski Pratama
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu organisasi mahasiswa Islam terbesar dan tertua di Indonesia. Didirikan pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta oleh Lafran Pane dan beberapa mahasiswa lainnya, HMI bertujuan untuk membina mahasiswa Muslim agar memiliki intelektualitas yang tinggi, keislaman yang kuat, serta jiwa kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Organisasi ini lahir dalam suasana revolusi kemerdekaan, di mana mahasiswa berperan aktif dalam perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Sejak awal berdirinya, HMI telah berkomitmen untuk menjadi wadah bagi mahasiswa Muslim dalam mengembangkan pemikiran, karakter, dan kepemimpinan yang berbasis pada nilai-nilai Islam dan keindonesiaan.
Dalam perjalanannya, HMI mengalami berbagai dinamika yang menguji eksistensi dan konsistensinya dalam memperjuangkan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Salah satu prinsip utama yang dipegang teguh oleh HMI adalah independensi, yang berarti bahwa organisasi ini tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun. Meskipun demikian, banyak kader HMI yang terjun ke dunia politik, pemerintahan, akademik, serta berbagai sektor strategis lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa HMI bukan sekadar organisasi mahasiswa biasa, melainkan sebuah wadah pembinaan kader yang melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa dengan karakter yang kuat dan visi yang luas.
HMI memiliki dua tujuan utama yang menjadi landasan geraknya, yaitu mempertahankan dan mengembangkan ajaran Islam serta mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridai oleh Allah SWT. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, HMI menekankan pentingnya pengembangan intelektual, spiritual, dan sosial dalam setiap kadernya. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh HMI melalui berbagai forum, seperti Latihan Kader (LK), diskusi ilmiah, seminar, dan kajian keislaman, menjadi sarana utama dalam membentuk kader-kader yang kritis, analitis, serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Sebagai organisasi yang telah berdiri lebih dari tujuh dekade, HMI telah melahirkan banyak tokoh nasional yang memiliki pengaruh besar dalam berbagai bidang. Beberapa di antaranya adalah Nurcholish Madjid, Akbar Tanjung, Anies Baswedan, dan banyak lagi. Kehadiran kader-kader HMI di berbagai lini kehidupan menunjukkan bahwa organisasi ini memiliki sistem kaderisasi yang kuat dan berkelanjutan. Kader-kader HMI tidak hanya aktif dalam dunia akademik, tetapi juga dalam birokrasi, bisnis, media, dan sektor lainnya. Ini membuktikan bahwa nilai-nilai yang ditanamkan oleh HMI mampu membentuk individu yang siap berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan umat Islam.
Namun, dalam perjalanannya, HMI juga menghadapi berbagai tantangan, baik dari internal maupun eksternal. Tantangan internal meliputi dinamika kepemimpinan, perbedaan pandangan antar-kader, serta bagaimana menjaga nilai-nilai independensi di tengah berbagai tekanan politik dan sosial. Sementara itu, tantangan eksternal berkaitan dengan perkembangan zaman, seperti globalisasi, digitalisasi, serta perubahan sosial yang menuntut organisasi ini untuk terus beradaptasi dan berinovasi. Oleh karena itu, HMI dituntut untuk tetap relevan dan mampu menawarkan gagasan-gagasan solutif bagi persoalan bangsa dan umat.
Dalam konteks akademik, HMI berupaya untuk terus mendorong anggotanya agar menjadi mahasiswa yang unggul dalam bidang keilmuannya masing-masing. Prinsip "Insan Ulil Albab" yang diusung oleh HMI menekankan pentingnya integrasi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, banyak kader HMI yang aktif dalam penelitian, publikasi ilmiah, serta pengembangan keilmuan berbasis Islam. Hal ini sejalan dengan cita-cita HMI untuk menciptakan generasi intelektual Muslim yang tidak hanya memahami ajaran Islam secara tekstual, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Selain berperan dalam dunia akademik, HMI juga aktif dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Berbagai program seperti bakti sosial, advokasi kebijakan publik, serta pemberdayaan masyarakat menjadi bagian dari kontribusi nyata HMI dalam membangun bangsa. Dalam berbagai peristiwa nasional, HMI sering kali tampil sebagai bagian dari solusi, baik dalam mengawal demokrasi, menjaga stabilitas sosial, maupun dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Kepekaan sosial yang dimiliki oleh kader-kader HMI menjadi salah satu nilai utama yang membedakan organisasi ini dari organisasi mahasiswa lainnya.
Di era modern saat ini, HMI dihadapkan pada tantangan baru dalam bentuk perubahan pola komunikasi dan organisasi. Perkembangan teknologi dan media sosial membawa dampak besar dalam cara kader HMI berinteraksi dan menyampaikan gagasan. Oleh karena itu, HMI perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk memperluas jangkauan dakwah dan pengaruhnya di kalangan mahasiswa dan masyarakat luas. Digitalisasi organisasi menjadi suatu keniscayaan agar HMI tetap relevan dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat dan kompleks.
Dengan sejarah panjang dan kontribusinya yang besar bagi bangsa dan umat Islam, HMI tetap menjadi salah satu organisasi mahasiswa yang memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan intelektualitas generasi muda Muslim. Dengan semangat keislaman dan kebangsaan yang terus dijaga, HMI diharapkan dapat terus melahirkan kader-kader yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas dan kepedulian sosial yang tinggi. Sebagai bagian dari sejarah dan masa depan bangsa, HMI akan terus berjuang untuk mewujudkan cita-cita luhur dalam membangun masyarakat yang lebih baik, berkeadilan, dan berlandaskan nilai-nilai Islam.
Mahasiswa Apatis Berkedok Aktivis
Oleh : Andy Riski Pratama
(Kader Komisariat Tarbiyah dan Ilmu Keguruan)
Opini: Hakikat sebagai mahasiswa Mahasiswa ialah kelompok masyarakat yang sedang menekuni bidang ilmu tertentu dalam lembaga pendidikan formal dan menekuni berbagai bidang tersebut di suatu tempat yang di namakan universitas, Institut, Sekolah Tinggi dan Akademi. Kelompok ini sering juga disebut sebagai "Golongan intelektual muda" yang penuh bakat dan potensi.
Disamping itu mahasiswa juga semestinya mempunyai perilaku yang patut menjadi suri tauladan. Namun posisi yang demikian ini sudah barang tentu bersifat sementara karena kelak di kemudian hari mereka tidak lagi mahasiswa dan mereka justru menjadi pelaku-pelaku intim dalam kehidupan di masyarakat.
Namun ketika menginginkan makna ini agar jelas ada empat peran yang dimiliki mahasiswa yakni sebagai agen perubahan, kekuatan moral, kontrol sosial,dan cadangan potensial. Sebagai agen perubahan ( Agent Of Change ), mahasiswa dituntut bersifat kritis.
Diperlukan implementasi yang nyata. Contoh konkret implementasi tersebut adalah perjuangan mahasiswa di tahun 1998 dalam mengumandangkan reformasi.Perubahan yang terjadi sebagai efek dari perjuangan mahasiswa masa itu sangatlah besar baik bagi kinerja pemerintahan, control kerja pemerintahan,kondisi perekonomian bangsa, sistem pendidikan yang diterapkan, serta hal-hal lain yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
Harapan besar ditujukan pada para pemuda. Pemuda yang dimaksud adalah para mahasiswa. Dalam posisi ini, mahasiswa adalah aset yang sangat berharga. Harapan tinggi suatu bangsa terhadap mahasiswa adalah menjadi generasi penerus yang memiliki loyalitas tinggi terhadap kemajuan bangsa.
Namun Orba berakhir 1998 bukti nyata pada 21 Mei 1998 turun nya Presiden Soeharto pada saat itu. Gerakan mahasiswa sekarang ? Aktivis mahasiswa Era 2022 ?
Aktivis sendiri dekat dengan istilah gerakan perjuangan dan pembelaan atas masalah-masalah tertentu yang biasanya berkaitan dengan masyarakat lemah. Seperti kesetaraan pendidikan, hak-hak bagi perempuan penegakan hukum, pelayanan kesehatan, dan termasuk upaya menjaga keseimbangan lingkungan.
Aktivis terlibat dalam berbagai upaya untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik melalui penyuaraan isi hati rakyat, penggalangan dana, dan juga terjun langsung sebagai relawan.
Apakah banyak yang berkedok mengunakan kata Aktivis ternyata Apatis ? BANYAK SEKALI, pengunaan kata Aktivis dilatarbelakangi dengan Eksitensi kampus yang sangat dominan, kembali kepada Hakikat Mahasiswa kembali golongan intelektual muda penyuara isi hati rakyat yang tertindas, bekendok Aktivis ternyata apatis itu adalah kata kata yang tepat pemangkul seseorang mahasiswa yang katanya menyuarakan dan diam di saat kaum kaum miskin tertindas.
Kita punya buku sejarah, sejarah mencatat bobrok nya Quality aktivis mahasiswa pada zaman sekarang bisa di bandingkan dengan sejarah para pejuang era abab 19, buah daya pemikiran tidak ada lagi. Kajian Kajian negeri tercinta ini sudah mulai pudar, mahasiswa asik instastory tiktokers dan luluh peruntuh dengan bacaan buku ayuklah Mahasiswa zaman Tiktok ini kembalilah dengan hakikatmu.
Aryanda